Monday, June 25, 2007

From Einstein's Dreams - June 15, 1905

Di dunia ini, waktu adalah dimensi yang terlihat. Seperti halnya orang bisa menatap rumah-rumah, pohon-pohon, dan puncak gunung di kejauhan sebagai pertanda adanya dimensi ruang. Hal serupa terjadi ketika orang menatap ke arah yang berlawanan dan tampaklah kelahiran-kelahiran, pernikahan-pernikahan, kematian-kematian sebagai pertanda adanya dimensi waktu, merentang suram di masa depan yang jauh. Dan, seperti halnya orang bisa berpindah tempat, orang juga bisa memilih gerak pada poros waktu. Beberapa orang merasa takut meninggalkan saat-saat yang membahagiakan. Mereka memilih berlambat-lambat, berjingkat melintasi waktu, mencoba mengakrabi kejadian demi kejadian. Yang lain berpacu menuju masa depan tanpa persiapan, memasuki perubahan yang cepat dari peristiwa-peristiwa yang melintas.

Di satu politeknik di Zurich, seorang lelaki muda duduk bersama pembimbingnya di ruang perpustakaan yang kecil, membahas disertasi doktoratnya. Saat ini bulan Desember, rak marmer putih di atas tungku perapian, dan bunga api memercik. Lelaki muda dan gurunya itu duduk di kursi kayu oak yang nyaman, dan di atas meja bundar penuh kertas-kertas hitungan. penelitian itu memang sulit. Tap bulan, dalam 18 bulan terakhir, lelaki muda itu selalu menjumpai profesornya di ruangan itu, meminta bimbingan dan dorongan, meneruskan pekerjaan dan datang lagi pada bulan berikutnya dengan pertanyaan-pertanyaan baru. Sang profesor selalu menyediakan jawaban-jawaban. Dan hari ini, lagi, sang profesor memberi penjelasan. Ketika pembimbingnya berbicara, lelaki muda itu memandang ke luar jendela, mengamati salju yang menempel di pohon cemara di sebelah gedung, bertanya-tanya bagaimana ia bisa meraih gelarnya kelak.

Duduk di kursi, lelaki muda itu kemudian melangkah kemasa depan dengan ragu-ragu, dan dalam beberapa menit telah sampai ke masa depan, gemetar karena kedinginan dan ketidakpastian. Ia menarik diri kembali ke belakang. Lebih baik ia tetap bertahan di saat ini, di samping hangatnya api, disamping hangatnya bimbingan sang profesor. jauh lebih baik menghentikan gerak waktu. Dan begitulah, di perpustakaan kecil itu, si lelaki muda bertahan. Teman-temannya melintasinya, menatap sekilas padanya, dan meneruskan kembali perjalanan mereka ke masa depan dengan langkah masing-masing.

Di Jalan Viktoriastrasse no.27, di Berne, seorang gadis berbaring di ranjangnya. Suara orangtuanya terdengar sampai ke kamar. Ia menutup telinga dan menatap potret yang ada di atas meja, potret dirinya semasa bocah, berjongkok di pantai bersama ibu bapaknya. Di salah satu sisi dinding berdiri meja kayu chesnut. Baskom porselen di atas meja. Cat biru dinding mengelupas dan retak-retak. Di bawah ranjang, satu tas terbuka, terisi setengah dengan pakaian miliknya. Ia menatap potret di atas meja, lalu menghilang dalam waktu. Masa depan memanggilnya. Ia telah membuat keputusan. Belum selesai berkemas, bergegas is keluar rumah, dan titik dalam hidupnya inilah yang menerjang ke masa depan. Dengan cepat melintasi satu tahun di depan, lima tahun, sepuluh tahun, duapuluh tahun, dan akhirnya ia menginjak rem. Namun, ia bergerak demikian cepatnya hingga tidak mampu memperlambat langkahnya. Kini ia berumur limapuluh tahun. Peristiwa-peristiwa yang berpacu melewati pandangannya hampir-hampir tak bisa dilihatnya. Seorang pengacara botak menghamilinya, kemudian meninggalkannya. Gambar-gambar kabur dari masa kuliah. Apartemen kecil di Lausanne sebagai tempat tinggal sementara. Seorang temen perempuan di Fribourg. Kunjungan-kunjungan pada orangtuanya tampak kelabu. Kamr rumah sakit tempat ibunya meninggal. Apartemen lembab di Zurich, bau bawang putih, tempat ayahnya meninggal. Surat dari anaknya, yang tinggal di satu tempat di Inggris.

Perempuan itu menghela nafas. Ia berumur limapuluh tahun. Berbaring di ranjang, mencoba mengingat kehidupannya, menatap potret dirinya kala bocah saat berjongkok bersama ibu bapaknya di pantai.

No comments: