Monday, June 25, 2007

Jack dan Sulur Buncis - Politically Correct Version

Dahulu kala ada seorang anak lelaki bernama Jack yang tinggal di sebuah pertanian kecil. Ia hidup bersama ibunya, dan kehidupan mereka sangat terkucil dari siklus aktivitas ekonomi yang normal. Kenyataan yang kejam ini menyebabkan mereka tetap berada dalam kondisi miskin. Pada suatu hari, Jack disuruh ibunya membawa sapi peliharaan mereka ke kota dan menjualnya di sana dengan harga setinggi mungkin.

Jangan pikirkan berapa ribu liter susu yang selama ini telah mereka curi dari sapi itu! Lupakan saja sekian jam keasikan ditemani mahluk sapi mereka itu! Dan lupakan juga pupuk alam yang mereka ambil dari sapi itu untuk keperluan kebun mereka! Sapi itu kini bagi mereka hanya merupakan sebuah harta milik saja. Jack, yang tidak menyadari bahwa mahluk binatang memiliki hak-hak yang sama banyaknya dengan mahluk manusia-bahkan mungkin lebih banyak-mematuhi suruhan ibunya.

Dalam perjalanannya ke kota, Jack berjumpa dengan seorang tukang sihir vegetatir tua. Vegetatir tua itu memperingatkan Jack tentang bahaya memakan daging dan produk-produk olahan dari susu.

"Aku tidak berniat hendak memakan sapi ini," kata Jack. "Aku hendak membawanya ke kota lalu menjualnya di sana"

"Jika itu kau lakukan, kau hanya akan memperkokoh mitos kultural tentang daging sapi, dengan mengabaikan dampak negatif yang ditimbulkan industri peternakan sapi terhadap kelestarian ekologi, begitu pula masalah-masalah kesehatan dan sosial yang ditimbulkan oleh konsumsi daging. Tapi kau kelihatannya terlampau lugu, sehingga kurasa takkan mampu melihat adanya segala pertalian itu, Nak. Karena itu, begini sajalah, kutawarkan padamu suatu transaksi. Sapimu itu kutukar dengan tiga biji buncis ajaib ini, yang mengandung protein yang sama banyaknya dengan sapi itu, tapi sama sekali tidak mengandung lemak atau sodium."

Jack menerima transaksi itu dengan gembira, lalu pulang sambil membawa ketiga biji buncis itu. Ketika ia bercerita kepada ibunya tentang tukar menukar yang telah ia lakukan, emosi ibunya langsung bergejolak. Selama ini ia menganggap anaknya, dalam hal berpikir, hanya memiliki kemampuan pasif, sementara pemikiran praktis berada di luar jangkauan kerja otaknya. Tapi kini ia yakin bahwa Jack benar-benar minus dalam berpikir. Ibu Jack merebut ketiga biji buncis ajaib itu dari tangan Jack dan dengan sebal mencampakkan keluar jendela. Kemudia ia pergi dan untuk pertamakalinya ia menghadiri pertemuan kelompok bimbingan konsultasi yang diselenggarakan Ikatan Para Ibu Dunia Dongeng.

Keesokan paginya, Jack menjenguk ke luar jendela untuk melihat apakah matahari terbit lagi di sebelah timur (ia sudah mulai melihat adanya pola tertentu dalam proses gerakan benda langit itu). Tapi, di depan jendela, biji buncis yang kemarin dibuang ibunya ternyata telah tumbuh menjadi tanaman raksasa yang batangnya menjulang menembus awan. Karena tidak ada lagi sapi yang harus diperah susunya pada pagi hari, Jack memanjat pohon buncis itu, dan naik ke angkasa.

Setibanya di puncak, di atas bentangan awan, dilihatnya istana yang sangat besar. Bukan cuma sangat besar, tapi segala-galanya berukuran lebih daripada normal. Tampaknya seperti tempat tinggal seseorang yang kebetulan saja adalah raksasa. Jack memasuki istana itu dan mendengar bunyi musik merdu. Ia mencari-cari dan akhirnya menemukan sumber bunyi merdu itu : sebuah harpa yang memperdengarkan musik tanpa ada yang menyentuh dawai-dawainya. Disamping harpa otomatis itu ada seekor ayam betina yang sedang duduk di atas setumpuk telur emas.

Bayangan menjadi kaya dengan gampang, serta memiliki hiburan tanpa perlu berbuat apa-apa, sangat menarik bagi Jack yang berselera borjuis. Ia mengambil harpa dan ayam betina itu lalu berlari menuju pintu depan. Sementara berlari didengarnya bunyi langkah menggelegar dan suara membahana yang berkata :

"HUI, HUAI, HUU, HAM
"Aku sedang mengendus bau manusia"
"Aku ingin tahu tentang kebudayaan dan padangan hidupnya!"
"Dan membagi perspektif-perspektifku secara terbuka dan murah hati!"

Sayangnya, keserakahan telah begitu merasuki pikiran Jack, sehingga ia tidak mau menerima tawaran raksasa untuk melakukan kegiatan pertukaran budaya. "Itu cuma sisatnya saja," pikir Jack. "Lagi pula mau apa raksasa itu dengan barang-barang yang begini bagus dan halus? Ia pasti mencurinya dari tempat lain. Jadi, aku sepenuhnya berhak mengambilnya dari dia."

Upaya Jack membenarkan perbuatannya sendiri-suatu hal yang luar biasa bagi seseorang yang daya pikirnya gampang terkuras-menampakkan ketidakpedulian yang keterlaluan terhadap hak-hak pribadi raksasa. Tampaknya Jack benar-benar seorang sizeist yang beranggapan bahwa semua raksasaa dalah lugu, mengalami defisit di segi pengetahuan, dan dapat dieskploitasi.

Ketika raksasa melihat Jack membawa harpa ajaib serta ayam betina bertelur emas, ia bertanya, "Mengapa kau mengambil milikku?"

Jack tahu bahwa ia takkan mampu berlari lebih cepat daripada raksasa, jadi, ia harus cepat-cepat mencari akal. Ia buru-buru berkata, "Aku bukan mengambilnya, temanku. Aku cuma menempatkan mereka di bawah kepengurusanku agar dapat dikelola secara baik, dan dengan begitu mereka bisa mengembangkan kemampuan sampai ke tingkat optimal. Maafkan kata-kataku yang terus terang ini, tapi kalian, kaum raksasa, terlalu lugu sehingga tidak tahu bagaimana caranya mengelola sumber-sumber daya yang kalian miliki. Aku cuma ingin membantu, menangani kepentinganmu. Nanti kau pasti akan berterima kasih padaku."

Raksasa mendesah dan berkata, " Ya, kau memang benar. Kami, kaum raksasa, memang menggunakan sumber daya kami secara sembrono. Kami tadi bahkan tidak menyadari adanya tumbuhan buncis sebelum kami telanjur mencabut akar-akarnya dari tanah karena sibuk memetik buah-buahnya dengan bersemangat.

Jack langsung lemas. Ia berpaling dan memandang ke luar lewat pintu depan istana. Ternyata benar, raksasa telah memusnahkan tanaman buncisnya. Jack ketakutan dan berteriak, "Kini aku terpaksa berada di sini untuk selama-lamanya, di atas awan bersamamu!"

"Jangan cemas, temanku," kata raksasa. "Kami di atas sini semuanya vegetatir, dan selalu banyak buncis yang tersedia untuk dimakan. Selain itu, kau takkan sendiri. Masih ada tiga belas manusia seukuranmu yang telah memanjat batang tumbuhan buncis untuk mengunjungi kami dan menetap di sini."

Jack terpaksa menerima nasib menjadi anggota komunitas raksasa di atas awan. Ia tidak terlalu merasa kehilangan ibunya atau pertanian mereka, karena di atas jauh lebih sedikit pekerjaan yang harus dilakukan, sedang bahan makanan lebih dari cukup. Dan lambat laun ia menjadi terbiasa untuk tidak lagi menilai orang berdasarkan ukuran tubuh, kecuali bila menghadapi orang yang lebih pendek daripada dirinya.

No comments: